Alkisah,
tersebut sepasang suami isteri yang berangkat nyadran ke makam orang tua dan leluhurnya.
Fajar menjelang. Mereka tinggalkan perumahan dosen di Bulaksumur, Yogyakarta, berkereta-api menuju Blora. Dahulu di kota kecil di utara Pegunungan Kendeng itu sang suami melewatkan masa kanak-kanaknya. Hari sebelumnya, sang isteri telah mengantar anak-anak ke kediaman Eyangnya di Semarang. Kangen Eyang pada empat cucu mungilnya.
Bulan Ruwah, bulan untuk nyekar, mengirim bunga ke makam para simbah dan sanak-kadang yang telah mendahului. Orang biasa sajikan ketan, kolak, dan apem saat nyadran. Mereka sapu dan siangi pula makam dari rerumputan liar. Semoga tenteram bagi yang sudah berlalu. Semoga damai di sisi-Nya.
Demikianlah, tradisi nyadran di Jawa dijalani. Kendati kalangan yang lebih muda sudah tidak seketat para orang tuanya dalam menjalankannya.
***
14×21 cm; 200 hlm.; softcover
Rp 75.000